Laporan

Laporan Tracer Studi 2022/2023

Terakhir Diperbarui 28 Aug 2024 23:28 WIB
report-1-cover.png

Tracer study dilakukan untuk mendapatkan informasi kembali atau umpan balik dari lulusan yang telah 1 tahun lulus dari [PERGURUAN_TINGGI] . Proses umpan balik yang diberikan oleh ALUMNI memiliki tujuan yaitu dari sisi akademik untuk mendapatkan informasi kesesuaian materi atau sistem pembelajaran untuk menunjang dalam dunia kerja, sehingga ketika terdapat umpan balik dapat dilakukan penyesuaian sistem yang berjalan sesuai dengan kebutuhan yang dimiliki oleh dunia kerja. Sisi Non Akademik diharapkan [PERGURUAN_TINGGI]  dapat mengembangkan atau menyesuaikan infrastruktur pendukung yang dimiliki [PERGURUAN_TINGGI] . Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari [PERGURUAN_TINGGI] .

Tujuan diadakannya Tracer Study [PERGURUAN_TINGGI] sebagai berikut :

  • Mengetahui lulusan yang dihasilkan oleh [PERGURUAN_TINGGI]
  • Mengetahui sejauh mana sinkronisasi kurikulum yang ada pada  [PERGURUAN_TINGGI] dengan dunia kerja.
  • Melihat kompetensi lulusan yang ada didunia kerja
  • Monitoring kemampuan adaptasi lulusan [PERGURUAN_TINGGI] ketika memasuki dunia kerja
  • Sebagai bahan evaluasi bagi  [PERGURUAN_TINGGI] untuk meningkatkan kualitas lulusan yang dibutuhkan dunia kerja.
Dari pengumpulan data seperti pada tabel dibawah ini bahwa yang menjadi target populasi adalah alumni yang 2 tahun setelah lulus dikarenakan akan mampu menilai pekerjaannya serta kompetensi yang diberikan almamater terhadap karir mereka.
KriteriaHasil
Jumlah Target Populasi (a)3904
Jumlah Populasi Tidak Terkontak (b)4
Target Subyek (c=a-b)3900
Jumlah Responden (d)4291
Gross Response Rate
{e=(d/a)* 100}
109.91%
Net Response Rate
{f= (d/c)* 100}
110.03%
Completion Rate
{subyek yang mengisi kuesioner lengkap dari total reponden (d)}
68.93%

Dari hasil tracer study yang disajikan, kita dapat melihat tabel perhitungan respon rate yang memberikan gambaran jelas mengenai efektivitas pengumpulan data dari populasi yang ditargetkan. Dalam tabel tersebut, terdapat beberapa kriteria yang diukur, mulai dari jumlah target populasi hingga tingkat responden yang berhasil dihubungi. Dengan jumlah target populasi sebanyak 12.850, hanya 4 individu yang tidak dapat dihubungi, sehingga target subyek yang dapat dijangkau menjadi 12.846. Hal ini menunjukkan bahwa upaya untuk menghubungi populasi yang ditargetkan cukup berhasil.

Selanjutnya, dari total 12.846 subyek yang dapat dijangkau, jumlah responden yang berhasil mengisi kuesioner adalah 4.274. Dari data ini, kita dapat menghitung Gross Response Rate dan Net Response Rate. Gross Response Rate yang diperoleh adalah 33,26%, yang menunjukkan proporsi responden terhadap total populasi yang ditargetkan. Sementara itu, Net Response Rate yang mencapai 33,27% menunjukkan proporsi responden terhadap jumlah subyek yang dapat dijangkau. Kedua angka ini memberikan indikasi bahwa meskipun ada banyak individu dalam populasi, tingkat partisipasi yang diperoleh cukup signifikan.

Selain itu, Completion Rate yang tercatat sebesar 68,86% menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang berpartisipasi dalam survei telah mengisi kuesioner dengan lengkap. Angka ini sangat penting karena mencerminkan kualitas data yang diperoleh. Semakin tinggi Completion Rate, semakin dapat diandalkan data yang dikumpulkan, karena menunjukkan bahwa responden tidak hanya berpartisipasi, tetapi juga memberikan informasi yang komprehensif. Hal ini menjadi indikator positif bagi keberhasilan tracer study ini.

Kesimpulannya, hasil tracer study ini menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan dalam menghubungi populasi yang ditargetkan, tingkat respon yang diperoleh cukup baik. Dengan Gross Response Rate dan Net Response Rate yang hampir sebanding, serta Completion Rate yang tinggi, kita dapat menyimpulkan bahwa survei ini berhasil dalam mengumpulkan data yang relevan dan dapat diandalkan. Data ini dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut dan pengambilan keputusan yang berbasis bukti, serta memberikan wawasan yang berharga bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Net Response Rate adalah salah satu indikator penting yang digunakan untuk mengukur seberapa efektif survei tersebut dalam mendapatkan tanggapan dari responden yang diinginkan.
UraianJumlah
Total Alumni3904
Total Responden4291

Data yang disajikan dalam tracer study ini menunjukkan tingkat respons neto dari berbagai program studi di sebuah institusi pendidikan. Setiap program studi memiliki persentase yang mencerminkan seberapa banyak alumni yang memberikan respons terhadap survei yang dilakukan. Dari tabel yang disajikan, terlihat bahwa ada variasi yang signifikan dalam persentase respons antar program studi, dengan beberapa program menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan yang lain. Misalnya, program Ilmu Hukum memiliki persentase respons tertinggi sebesar 2.09%, sementara beberapa program lain seperti Pendidikan Profesi Akuntansi dan Profesi Ners hanya memiliki persentase 0.01%.

Melihat lebih dalam, program studi yang berhubungan dengan bidang ekonomi dan hukum cenderung memiliki tingkat respons yang lebih tinggi. Hal ini mungkin mencerminkan minat alumni untuk memberikan umpan balik mengenai relevansi pendidikan mereka terhadap dunia kerja. Di sisi lain, program studi seperti Kedokteran Gigi dan Teknik Komputer menunjukkan angka yang lebih rendah, yang bisa jadi disebabkan oleh kesibukan alumni dalam praktik profesional mereka atau kurangnya kesadaran akan pentingnya memberikan umpan balik.

Selain itu, data ini juga menunjukkan bahwa beberapa program studi yang lebih baru atau kurang dikenal mungkin menghadapi tantangan dalam mendapatkan respons dari alumni. Misalnya, program studi seperti Magister Kenotariatan dan Doktor (S3) Ilmu Teknik memiliki persentase yang sangat rendah, yang menunjukkan bahwa alumni dari program ini mungkin belum sepenuhnya terintegrasi dalam jaringan alumni atau merasa kurang terhubung dengan institusi mereka setelah lulus.

Kesimpulannya, tracer study ini memberikan wawasan yang berharga tentang tingkat keterlibatan alumni dari berbagai program studi. Data ini dapat digunakan oleh institusi pendidikan untuk merancang strategi yang lebih baik dalam meningkatkan keterlibatan alumni, serta untuk mengevaluasi dan memperbaiki kurikulum yang ada agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Dengan memahami pola respons ini, institusi dapat lebih efektif dalam membangun hubungan yang kuat dengan alumni dan meningkatkan kualitas pendidikan yang ditawarkan.

Net Response Rate Per Prodi
Data yang disajikan dalam tracer study ini menunjukkan tingkat respons neto dari berbagai program studi di sebuah institusi pendidikan. Setiap program studi memiliki persentase yang mencerminkan seberapa banyak alumni yang memberikan respons terhadap survei yang dilakukan. Dari tabel yang disajikan, terlihat bahwa ada variasi yang signifikan dalam persentase respons antar program studi, dengan beberapa program menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan yang lain. Misalnya, program Ilmu Hukum memiliki persentase respons tertinggi sebesar 2.09%, sementara beberapa program lain seperti Pendidikan Profesi Akuntansi dan Profesi Ners hanya memiliki persentase 0.01%.

Melihat lebih dalam, program studi yang berhubungan dengan bidang ekonomi dan hukum cenderung memiliki tingkat respons yang lebih tinggi. Hal ini mungkin mencerminkan minat alumni untuk memberikan umpan balik mengenai relevansi pendidikan mereka terhadap dunia kerja. Di sisi lain, program studi seperti Kedokteran Gigi dan Teknik Komputer menunjukkan angka yang lebih rendah, yang bisa jadi disebabkan oleh kesibukan alumni dalam praktik profesional mereka atau kurangnya kesadaran akan pentingnya memberikan umpan balik.

Selain itu, data ini juga menunjukkan bahwa beberapa program studi yang lebih baru atau kurang dikenal mungkin menghadapi tantangan dalam mendapatkan respons dari alumni. Misalnya, program studi seperti Magister Kenotariatan dan Doktor (S3) Ilmu Teknik memiliki persentase yang sangat rendah, yang menunjukkan bahwa alumni dari program ini mungkin belum sepenuhnya terintegrasi dalam jaringan alumni atau merasa kurang terhubung dengan institusi mereka setelah lulus.

Kesimpulannya, tracer study ini memberikan wawasan yang berharga tentang tingkat keterlibatan alumni dari berbagai program studi. Data ini dapat digunakan oleh institusi pendidikan untuk merancang strategi yang lebih baik dalam meningkatkan keterlibatan alumni, serta untuk mengevaluasi dan memperbaiki kurikulum yang ada agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Dengan memahami pola respons ini, institusi dapat lebih efektif dalam membangun hubungan yang kuat dengan alumni dan meningkatkan kualitas pendidikan yang ditawarkan.
test
UraianJumlah
Total Alumni3904
Total Responden4291

Hasil tracer study yang disajikan dalam data ini memberikan gambaran mengenai jumlah alumni dan responden yang terlibat dalam penelitian. Dari tabel yang disediakan, terlihat bahwa total alumni yang terdaftar adalah sebanyak 12.850 orang. Angka ini mencerminkan jumlah lulusan yang telah menyelesaikan pendidikan mereka di institusi tersebut. Data ini penting karena memberikan konteks mengenai seberapa besar populasi alumni yang dapat dijadikan sampel untuk penelitian lebih lanjut.

Selanjutnya, dari total alumni tersebut, hanya 4.274 orang yang berpartisipasi sebagai responden dalam tracer study ini. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi alumni dalam penelitian ini adalah sekitar 33,3%. Meskipun angka ini cukup signifikan, ada potensi untuk meningkatkan jumlah responden di masa mendatang. Tingkat partisipasi yang lebih tinggi dapat memberikan data yang lebih representatif dan akurat mengenai pengalaman dan kondisi alumni setelah lulus.

Kesimpulan yang dapat diambil dari data ini adalah bahwa meskipun jumlah alumni yang terdaftar cukup besar, tidak semua alumni berpartisipasi dalam tracer study. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya informasi mengenai penelitian, ketidakminatan alumni, atau mungkin kesibukan mereka setelah lulus. Oleh karena itu, penting bagi institusi untuk mencari cara yang lebih efektif dalam mengajak alumni berpartisipasi, seperti melalui komunikasi yang lebih baik atau insentif yang menarik.

Secara keseluruhan, data ini memberikan wawasan awal mengenai alumni dan responden yang terlibat dalam tracer study. Dengan memahami jumlah alumni dan tingkat partisipasi responden, institusi dapat merencanakan langkah-langkah selanjutnya untuk meningkatkan keterlibatan alumni dalam penelitian di masa mendatang. Hal ini tidak hanya bermanfaat untuk pengembangan institusi, tetapi juga untuk memberikan dukungan yang lebih baik kepada alumni dalam perjalanan karir mereka.

Jumlah Responden Per Prodi
Hasil tracer study yang disajikan dalam data ini memberikan gambaran mengenai jumlah alumni dan responden yang terlibat dalam penelitian. Dari tabel yang disediakan, terlihat bahwa total alumni yang terdaftar adalah sebanyak 12.850 orang. Angka ini mencerminkan jumlah lulusan yang telah menyelesaikan pendidikan mereka di institusi tersebut. Data ini penting karena memberikan konteks mengenai seberapa besar populasi alumni yang dapat dijadikan sampel untuk penelitian lebih lanjut.

Selanjutnya, dari total alumni tersebut, hanya 4.274 orang yang berpartisipasi sebagai responden dalam tracer study ini. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi alumni dalam penelitian ini adalah sekitar 33,3%. Meskipun angka ini cukup signifikan, ada potensi untuk meningkatkan jumlah responden di masa mendatang. Tingkat partisipasi yang lebih tinggi dapat memberikan data yang lebih representatif dan akurat mengenai pengalaman dan kondisi alumni setelah lulus.

Kesimpulan yang dapat diambil dari data ini adalah bahwa meskipun jumlah alumni yang terdaftar cukup besar, tidak semua alumni berpartisipasi dalam tracer study. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya informasi mengenai penelitian, ketidakminatan alumni, atau mungkin kesibukan mereka setelah lulus. Oleh karena itu, penting bagi institusi untuk mencari cara yang lebih efektif dalam mengajak alumni berpartisipasi, seperti melalui komunikasi yang lebih baik atau insentif yang menarik.

Secara keseluruhan, data ini memberikan wawasan awal mengenai alumni dan responden yang terlibat dalam tracer study. Dengan memahami jumlah alumni dan tingkat partisipasi responden, institusi dapat merencanakan langkah-langkah selanjutnya untuk meningkatkan keterlibatan alumni dalam penelitian di masa mendatang. Hal ini tidak hanya bermanfaat untuk pengembangan institusi, tetapi juga untuk memberikan dukungan yang lebih baik kepada alumni dalam perjalanan karir mereka.
-
Hasil tracer study yang disajikan dalam bentuk grafik menunjukkan distribusi jenis kelamin responden. Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah responden laki-laki dan perempuan. Persentase responden perempuan mencapai 59.59%, sementara responden laki-laki hanya 40.36%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam konteks penelitian ini, perempuan lebih mendominasi sebagai responden dibandingkan laki-laki.

Analisis lebih lanjut terhadap data ini dapat memberikan wawasan mengenai karakteristik demografis dari populasi yang diteliti. Dominasi responden perempuan bisa jadi mencerminkan tren yang lebih luas dalam pendidikan atau bidang pekerjaan tertentu, di mana perempuan mungkin lebih banyak terlibat atau berpartisipasi. Misalnya, jika tracer study ini dilakukan di institusi pendidikan, bisa jadi ada lebih banyak mahasiswa perempuan yang lulus dibandingkan laki-laki, yang mungkin dipengaruhi oleh kebijakan pendidikan atau faktor sosial budaya.

Selain itu, perbandingan antara jumlah responden laki-laki dan perempuan juga dapat memberikan gambaran tentang kesetaraan gender dalam konteks yang lebih luas. Jika proporsi perempuan lebih tinggi, hal ini bisa menjadi indikasi bahwa ada kemajuan dalam hal partisipasi perempuan dalam pendidikan atau dunia kerja. Namun, penting untuk mempertimbangkan konteks dan faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi hasil ini, seperti bidang studi yang diambil atau jenis pekerjaan yang tersedia.

Kesimpulan dari data ini menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan dalam jenis kelamin responden, dengan perempuan lebih banyak terwakili. Ini bisa menjadi titik awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi laki-laki dan perempuan dalam pendidikan atau pekerjaan. Penelitian lanjutan dapat mengeksplorasi alasan di balik perbedaan ini dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi kebijakan atau program yang ada.

Secara keseluruhan, data ini memberikan gambaran yang jelas tentang komposisi jenis kelamin responden dalam tracer study. Dengan memahami proporsi ini, para peneliti dan pembuat kebijakan dapat merumuskan strategi yang lebih baik untuk meningkatkan partisipasi dan kesetaraan gender di masa depan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa semua individu, terlepas dari jenis kelamin, memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dan berkembang dalam masyarakat.
Gambaran mengenai nilai akademik yang diraih alumni [PERGURUAN_TINGGI] salah satunya adalah dengan melihat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK).
UraianJumlah
Rata-rata IPK3.4

Dari hasil tracer study yang dilakukan, data menunjukkan rata-rata Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) responden per program studi (prodi) bervariasi, dengan beberapa prodi mencatatkan IPK yang cukup tinggi. Prodi dengan rata-rata IPK tertinggi adalah Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini dengan nilai 3.77, diikuti oleh Profesi Ners dengan 3.92 dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan dengan 3.81. Sebaliknya, prodi Teknik Kimia mencatatkan rata-rata IPK terendah yaitu 2.95. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam pencapaian akademik antar prodi, yang mungkin dipengaruhi oleh kurikulum, metode pengajaran, serta tingkat kesulitan materi yang diajarkan.

Kesimpulan dari data ini menunjukkan bahwa prodi yang berfokus pada pendidikan dan kesehatan cenderung memiliki rata-rata IPK yang lebih tinggi, yang bisa jadi mencerminkan minat dan motivasi mahasiswa dalam bidang tersebut. Di sisi lain, prodi teknik tertentu seperti Teknik Kimia dan Teknik Pertambangan menunjukkan tantangan yang lebih besar dalam mencapai IPK yang tinggi. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan untuk mengevaluasi dan memperbaiki kurikulum serta metode pengajaran di prodi yang memiliki IPK rendah agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan hasil belajar mahasiswa secara keseluruhan.

IPK Responden Per Prodi
Dari hasil tracer study yang dilakukan, data menunjukkan rata-rata Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) responden per program studi (prodi) bervariasi, dengan beberapa prodi mencatatkan IPK yang cukup tinggi. Prodi dengan rata-rata IPK tertinggi adalah Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini dengan nilai 3.77, diikuti oleh Profesi Ners dengan 3.92 dan Pendidikan Jasmani dan Kesehatan dengan 3.81. Sebaliknya, prodi Teknik Kimia mencatatkan rata-rata IPK terendah yaitu 2.95. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam pencapaian akademik antar prodi, yang mungkin dipengaruhi oleh kurikulum, metode pengajaran, serta tingkat kesulitan materi yang diajarkan.

Kesimpulan dari data ini menunjukkan bahwa prodi yang berfokus pada pendidikan dan kesehatan cenderung memiliki rata-rata IPK yang lebih tinggi, yang bisa jadi mencerminkan minat dan motivasi mahasiswa dalam bidang tersebut. Di sisi lain, prodi teknik tertentu seperti Teknik Kimia dan Teknik Pertambangan menunjukkan tantangan yang lebih besar dalam mencapai IPK yang tinggi. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan untuk mengevaluasi dan memperbaiki kurikulum serta metode pengajaran di prodi yang memiliki IPK rendah agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan hasil belajar mahasiswa secara keseluruhan.
Dalam pelaksanaan Tracer Study, kriteria pekerjaan lulusan saat ini dikelompokkan ke dalam 5 kategori, yaitu bekerja full time/part time, wiraswasta, melanjutkan pendidikan, tidak kerja tetapi sedang mencari kerja, Belum memungkinkan bekerja.
Dari hasil tracer study yang disajikan, kita dapat melihat data mengenai status pekerjaan lulusan dari berbagai program studi (prodi) di sebuah institusi pendidikan. Data ini mencakup beberapa kategori, yaitu jumlah lulusan yang bekerja (baik full time maupun part time), yang belum memungkinkan untuk bekerja, wiraswasta, melanjutkan pendidikan, dan yang tidak bekerja tetapi sedang mencari kerja. Dengan menganalisis data ini, kita dapat memahami lebih dalam mengenai prospek kerja lulusan serta tantangan yang dihadapi oleh mereka setelah menyelesaikan pendidikan.

Salah satu temuan menarik dari data ini adalah bahwa prodi Ilmu Hukum memiliki jumlah lulusan yang bekerja paling tinggi, yaitu 78 orang, diikuti oleh prodi Kesehatan Masyarakat dengan 58 orang. Hal ini menunjukkan bahwa lulusan dari prodi-prodi tersebut memiliki peluang kerja yang lebih baik dibandingkan dengan prodi lainnya. Sebaliknya, prodi Pendidikan Luar Sekolah dan Profesi Ners menunjukkan angka yang sangat rendah, dengan masing-masing hanya 2 dan 1 lulusan yang bekerja. Ini bisa menjadi indikasi bahwa ada tantangan yang signifikan dalam memasuki pasar kerja bagi lulusan dari prodi tersebut.

Selain itu, data juga menunjukkan bahwa banyak lulusan yang memilih untuk melanjutkan pendidikan. Misalnya, prodi Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Dokter memiliki persentase yang tinggi dalam kategori melanjutkan pendidikan, masing-masing dengan 23 dan 56 orang. Hal ini bisa diartikan bahwa lulusan dari prodi tersebut merasa perlu untuk meningkatkan kualifikasi mereka sebelum memasuki dunia kerja. Di sisi lain, ada juga lulusan yang tidak bekerja tetapi sedang mencari kerja, seperti pada prodi Akuntansi dan Manajemen, yang menunjukkan bahwa meskipun mereka telah menyelesaikan pendidikan, mereka masih menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan.

Kesimpulannya, data tracer study ini memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi lulusan dari berbagai prodi. Meskipun ada prodi yang menunjukkan hasil positif dalam hal penyerapan tenaga kerja, masih ada prodi lain yang perlu perhatian lebih untuk meningkatkan peluang kerja bagi lulusannya. Institusi pendidikan perlu mempertimbangkan untuk melakukan evaluasi dan pengembangan kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja, serta memberikan dukungan yang lebih baik bagi lulusan dalam proses pencarian kerja. Dengan demikian, diharapkan lulusan dapat lebih siap dan kompetitif dalam menghadapi tantangan di dunia kerja.

Pekerjaan Lulusan Per Prodi
Dari hasil tracer study yang disajikan, kita dapat melihat data mengenai status pekerjaan lulusan dari berbagai program studi (prodi) di sebuah institusi pendidikan. Data ini mencakup beberapa kategori, yaitu jumlah lulusan yang bekerja (baik full time maupun part time), yang belum memungkinkan untuk bekerja, wiraswasta, melanjutkan pendidikan, dan yang tidak bekerja tetapi sedang mencari kerja. Dengan menganalisis data ini, kita dapat memahami lebih dalam mengenai prospek kerja lulusan serta tantangan yang dihadapi oleh mereka setelah menyelesaikan pendidikan.

Salah satu temuan menarik dari data ini adalah bahwa prodi Ilmu Hukum memiliki jumlah lulusan yang bekerja paling tinggi, yaitu 78 orang, diikuti oleh prodi Kesehatan Masyarakat dengan 58 orang. Hal ini menunjukkan bahwa lulusan dari prodi-prodi tersebut memiliki peluang kerja yang lebih baik dibandingkan dengan prodi lainnya. Sebaliknya, prodi Pendidikan Luar Sekolah dan Profesi Ners menunjukkan angka yang sangat rendah, dengan masing-masing hanya 2 dan 1 lulusan yang bekerja. Ini bisa menjadi indikasi bahwa ada tantangan yang signifikan dalam memasuki pasar kerja bagi lulusan dari prodi tersebut.

Selain itu, data juga menunjukkan bahwa banyak lulusan yang memilih untuk melanjutkan pendidikan. Misalnya, prodi Ilmu Keperawatan dan Pendidikan Dokter memiliki persentase yang tinggi dalam kategori melanjutkan pendidikan, masing-masing dengan 23 dan 56 orang. Hal ini bisa diartikan bahwa lulusan dari prodi tersebut merasa perlu untuk meningkatkan kualifikasi mereka sebelum memasuki dunia kerja. Di sisi lain, ada juga lulusan yang tidak bekerja tetapi sedang mencari kerja, seperti pada prodi Akuntansi dan Manajemen, yang menunjukkan bahwa meskipun mereka telah menyelesaikan pendidikan, mereka masih menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan.

Kesimpulannya, data tracer study ini memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi lulusan dari berbagai prodi. Meskipun ada prodi yang menunjukkan hasil positif dalam hal penyerapan tenaga kerja, masih ada prodi lain yang perlu perhatian lebih untuk meningkatkan peluang kerja bagi lulusannya. Institusi pendidikan perlu mempertimbangkan untuk melakukan evaluasi dan pengembangan kurikulum yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja, serta memberikan dukungan yang lebih baik bagi lulusan dalam proses pencarian kerja. Dengan demikian, diharapkan lulusan dapat lebih siap dan kompetitif dalam menghadapi tantangan di dunia kerja.
-
Salah satu feedback penting bagi [PERGURUAN_TINGGI] adalah mengetahui aspek pembelajaran yang dinilai oleh alumni. Poin penilaian aspek pembelajaran dibagi menjadi 7 yaitu sebagai berikut.
Hasil tracer study yang disajikan dalam grafik aspek pembelajaran secara umum menunjukkan berbagai indikator yang mencerminkan pengalaman mahasiswa dalam proses pembelajaran. Data ini mencakup beberapa aspek, seperti perkuliahan, demonstrasi, partisipasi dalam proyek riset, magang, praktikum, kerja lapangan, dan diskusi. Setiap aspek memiliki kategori penilaian yang berbeda, yaitu "Kurang", "Tidak sama sekali", "Sangat besar", "Besar", dan "Cukup besar". Dengan analisis data ini, kita dapat memahami seberapa efektif dan memuaskannya pengalaman belajar yang didapatkan oleh mahasiswa.

Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa aspek perkuliahan mendapatkan penilaian yang cukup positif, dengan jumlah responden yang memberikan penilaian "Sangat besar" mencapai 1.267 dan "Besar" sebanyak 1.603. Namun, terdapat juga 73 responden yang merasa bahwa perkuliahan tersebut "Kurang". Hal ini menunjukkan bahwa meskipun mayoritas mahasiswa merasa puas dengan perkuliahan, masih ada segmen yang merasa perlu adanya perbaikan. Aspek lain seperti demonstrasi dan partisipasi dalam proyek riset juga menunjukkan hasil yang serupa, di mana meskipun ada banyak responden yang memberikan penilaian positif, masih ada sejumlah responden yang merasa kurang puas.

Aspek magang dan praktikum juga menunjukkan hasil yang menarik. Pada magang, terdapat 1.112 responden yang memberikan penilaian "Sangat besar" dan 1.153 yang memberikan penilaian "Besar". Namun, ada 495 responden yang merasa bahwa pengalaman magang mereka "Kurang". Hal ini menunjukkan bahwa meskipun banyak mahasiswa merasa mendapatkan manfaat dari magang, masih ada ruang untuk perbaikan dalam program tersebut. Sementara itu, praktikum juga mendapatkan penilaian yang baik, dengan 1.315 responden memberikan penilaian "Sangat besar". Ini menunjukkan bahwa praktikum dianggap sebagai salah satu aspek yang paling efektif dalam pembelajaran.

Terakhir, aspek diskusi menunjukkan hasil yang sangat positif, dengan 1.362 responden memberikan penilaian "Sangat besar" dan 1.503 memberikan penilaian "Besar". Hal ini menunjukkan bahwa diskusi dianggap sebagai metode pembelajaran yang sangat efektif dan disukai oleh mahasiswa. Namun, tetap ada 133 responden yang merasa bahwa diskusi tersebut "Kurang". Secara keseluruhan, hasil tracer study ini menunjukkan bahwa meskipun banyak aspek pembelajaran mendapatkan penilaian positif, masih ada beberapa area yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Kesimpulannya, penting bagi institusi pendidikan untuk terus mengevaluasi dan memperbaiki metode pembelajaran agar dapat memenuhi kebutuhan dan harapan mahasiswa.
-
Data yang diperoleh dari tracer study ini memberikan gambaran mengenai sumber biaya kuliah yang digunakan oleh mahasiswa. Grafik yang disajikan menunjukkan berbagai jenis sumber pembiayaan yang digunakan oleh mahasiswa untuk menempuh pendidikan mereka. Dari data yang ada, terlihat bahwa mayoritas mahasiswa membiayai kuliah mereka melalui biaya sendiri yang berasal dari keluarga, dengan jumlah mencapai 3.092. Ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga menjadi faktor utama dalam pembiayaan pendidikan tinggi di kalangan mahasiswa.

Selain itu, terdapat beberapa jenis beasiswa yang juga berkontribusi dalam pembiayaan kuliah. Beasiswa Bidikmisi, yang ditujukan untuk mahasiswa dari keluarga kurang mampu, mencatat jumlah penerima sebanyak 638. Ini menunjukkan bahwa program beasiswa ini cukup efektif dalam membantu mahasiswa yang membutuhkan dukungan finansial. Namun, jumlah penerima beasiswa lainnya, seperti Beasiswa PPA, Beasiswa perusahaan swasta, Beasiswa AFIRMASI, dan Beasiswa ADIK, terbilang rendah, dengan total hanya mencapai 89 penerima. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak mahasiswa yang mungkin tidak mendapatkan akses ke beasiswa yang tersedia.

Dari data ini, kita juga dapat melihat adanya kategori "Lainnya" yang mencakup 27 mahasiswa. Kategori ini mungkin mencakup sumber pembiayaan yang tidak teridentifikasi dalam kategori yang telah disebutkan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada variasi dalam cara mahasiswa membiayai pendidikan mereka, dan penting untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami sumber-sumber pembiayaan alternatif yang mungkin ada.

Kesimpulannya, data dari tracer study ini menunjukkan bahwa biaya kuliah sebagian besar ditanggung oleh keluarga mahasiswa, dengan beasiswa sebagai sumber tambahan yang signifikan, terutama Beasiswa Bidikmisi. Namun, masih terdapat tantangan dalam hal aksesibilitas beasiswa lainnya yang lebih terbatas. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan dan pemerintah untuk terus meningkatkan program beasiswa dan memberikan informasi yang lebih baik kepada mahasiswa mengenai berbagai sumber pembiayaan yang tersedia, agar lebih banyak mahasiswa dapat menyelesaikan pendidikan tinggi mereka tanpa terbebani oleh biaya yang tinggi.
Sesuai dengan instrumen dari Ristekdikti pada penilaian kompetensi lulusan, bahwa responden akan menilai dua kondisi berbeda yaitu: A. Pada saat lulus, pada tingkat mana kompetensi anda kuasai? B. Pada saat ini, pada tingkat mana kompetensi yang diperlukan dalam pekerjaan?
Dari data yang diperoleh melalui tracer study, dapat dilihat bahwa grafik tingkat kompetensi menunjukkan perbandingan antara kemampuan lulusan saat lulus dan di tempat kerja. Data ini mencakup beberapa aspek kompetensi, seperti etika, keahlian berdasarkan bidang ilmu, bahasa Inggris, penggunaan teknologi informasi, komunikasi, kerja sama tim, dan pengembangan diri. Setiap aspek diukur dengan skala yang menunjukkan nilai rata-rata, di mana nilai yang lebih tinggi menunjukkan tingkat kompetensi yang lebih baik.

Secara umum, hasil tracer study menunjukkan bahwa lulusan memiliki kompetensi yang cukup baik saat lulus, dengan nilai tertinggi pada aspek etika (4.09) dan kerja sama tim (4.13). Namun, terdapat beberapa aspek yang menunjukkan penurunan nilai ketika lulusan memasuki dunia kerja, seperti keahlian berdasarkan bidang ilmu yang turun dari 3.67 saat lulus menjadi 3.54 di tempat kerja. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa lulusan perlu lebih mempersiapkan diri dalam hal keahlian spesifik yang relevan dengan bidang pekerjaan mereka.

Di sisi lain, beberapa aspek menunjukkan peningkatan yang signifikan setelah lulusan memasuki dunia kerja. Misalnya, kemampuan bahasa Inggris yang awalnya tidak terukur saat lulus (0) meningkat menjadi 3.43 di tempat kerja. Ini menunjukkan bahwa pengalaman kerja memberikan kesempatan bagi lulusan untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mereka, yang mungkin tidak sepenuhnya dikuasai selama masa studi. Peningkatan juga terlihat pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, yang menunjukkan bahwa lulusan dapat beradaptasi dengan baik terhadap tuntutan teknologi di tempat kerja.

Kesimpulannya, tracer study ini memberikan gambaran yang jelas tentang kompetensi lulusan sebelum dan setelah memasuki dunia kerja. Meskipun ada beberapa aspek yang menunjukkan penurunan, secara keseluruhan, lulusan menunjukkan kemampuan yang baik dan mampu beradaptasi dengan lingkungan kerja. Hal ini menekankan pentingnya pengembangan diri dan pembelajaran berkelanjutan setelah lulus, serta perlunya institusi pendidikan untuk lebih fokus pada pengembangan keahlian yang relevan dengan kebutuhan industri.
Dari penelitian tracer study [PERGURUAN_TINGGI], pekerjaan utama alumni dikategorikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut. 1. Perusahaan Swasta 2. Instansi Pemerintah/BUMN 3. Wirausaha 4. Organisasi Non-profit 5. Lainnya
Hasil tracer study yang disajikan dalam grafik ini memberikan gambaran yang jelas mengenai jenis institusi tempat lulusan bekerja. Dari data yang diperoleh, terlihat bahwa mayoritas lulusan bekerja di perusahaan swasta, dengan jumlah mencapai 953 orang. Angka ini menunjukkan bahwa sektor swasta menjadi pilihan utama bagi lulusan, mungkin karena banyaknya peluang kerja yang ditawarkan serta potensi penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya.

Selanjutnya, instansi pemerintah menjadi pilihan kedua dengan jumlah 401 orang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun sektor swasta mendominasi, masih ada minat yang signifikan dari lulusan untuk berkarir di sektor publik. BUMN dan BUMD juga menarik perhatian lulusan, dengan total 160 orang yang memilih untuk bekerja di institusi tersebut. Ini menunjukkan bahwa lulusan memiliki ketertarikan untuk berkontribusi dalam pembangunan negara melalui lembaga-lembaga yang dikelola oleh pemerintah.

Di sisi lain, terdapat juga lulusan yang memilih untuk menjadi wiraswasta dengan jumlah 203 orang. Pilihan ini mencerminkan semangat kewirausahaan yang semakin berkembang di kalangan lulusan, di mana mereka berusaha untuk menciptakan lapangan kerja sendiri. Selain itu, terdapat 41 orang yang bekerja di institusi organisasi multilateral dan 44 orang di organisasi non-profit atau lembaga swadaya masyarakat. Ini menunjukkan bahwa ada juga lulusan yang tertarik untuk berkontribusi dalam isu-isu sosial dan kemanusiaan.

Kesimpulannya, data dari tracer study ini menunjukkan bahwa lulusan lebih cenderung memilih sektor swasta sebagai tempat kerja utama, diikuti oleh instansi pemerintah dan BUMN/BUMD. Meskipun demikian, ada juga kecenderungan yang positif terhadap kewirausahaan dan kontribusi sosial melalui organisasi non-profit. Hal ini memberikan gambaran bahwa lulusan memiliki beragam pilihan karir yang mencerminkan minat dan nilai-nilai yang mereka anut, serta menunjukkan dinamika pasar kerja yang terus berkembang.
Berdasarkan tingkat/ukuran tempat kerja/berwirausaha alumni [PERGURUAN_TINGGI] di kelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu sebagai berikut. 1. Tingkat Lokal 2. Tingkat Nasional 3. Tingkat Internasional/Multinasional
Dari hasil tracer study yang dilakukan, terdapat data mengenai tingkat tempat kerja alumni yang menunjukkan distribusi jenis pekerjaan yang diambil oleh lulusan. Grafik ini memberikan gambaran yang jelas tentang sebaran alumni di berbagai sektor, yang terdiri dari tiga kategori utama: multinasional internasional, nasional wiraswasta berbadan hukum, dan lokal wilayah wiraswasta tidak berbadan hukum. Data ini sangat penting untuk memahami di mana alumni berkontribusi setelah menyelesaikan pendidikan mereka.

Berdasarkan data yang diperoleh, kategori nasional wiraswasta berbadan hukum mendominasi dengan jumlah 1.035 alumni. Hal ini menunjukkan bahwa banyak lulusan memilih untuk berwirausaha dalam bentuk badan hukum, yang mungkin mencerminkan keinginan untuk memiliki kontrol lebih besar atas karir mereka dan menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Kategori ini juga menunjukkan bahwa lulusan memiliki kepercayaan diri dan kemampuan untuk menjalankan bisnis yang terstruktur dan legal.

Selanjutnya, kategori lokal wilayah wiraswasta tidak berbadan hukum mencatat jumlah 559 alumni. Meskipun jumlahnya lebih rendah dibandingkan dengan kategori nasional wiraswasta berbadan hukum, angka ini tetap signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ada juga lulusan yang memilih untuk berwirausaha dalam skala yang lebih kecil atau informal. Pilihan ini mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk modal yang terbatas atau keinginan untuk memulai usaha dengan risiko yang lebih rendah.

Terakhir, kategori multinasional internasional mencatat jumlah 208 alumni. Meskipun jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan dua kategori lainnya, keberadaan alumni di perusahaan multinasional menunjukkan bahwa lulusan juga memiliki peluang untuk berkarir di perusahaan besar yang beroperasi secara global. Kesimpulan dari data ini adalah bahwa alumni memiliki beragam pilihan karir, dengan kecenderungan yang kuat menuju kewirausahaan, baik dalam bentuk badan hukum maupun tidak. Hal ini mencerminkan dinamika pasar kerja dan preferensi lulusan dalam memilih jalur karir mereka.
Setelah lulus dari perguruan tinggi, alumni [PERGURUAN_TINGGI] sebagian besar memilih untuk bekerja di perusahaan. Alumni yang memilih bekerja membutuhkan proses dalam perjalanannya hingga mereka memperoleh pekerjaan. Proses ini dapat terkait waktu pencarian kerja, proses seleksi perusahaan dan waktu hingga mendapat pekerjaan.
Dari data yang dihasilkan dalam tracer study ini, kita dapat melihat grafik yang menggambarkan waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk memperoleh pekerjaan utama setelah menyelesaikan pendidikan mereka. Terdapat tiga kategori yang diidentifikasi dalam data ini, yaitu "Saya tidak mencari kerja," "Sesudah lulus," dan "Sebelum lulus." Masing-masing kategori menunjukkan jumlah responden yang berbeda, yang memberikan gambaran tentang perilaku pencarian kerja di kalangan lulusan.

Dari total responden, kategori "Saya tidak mencari kerja" mencatatkan jumlah yang cukup signifikan, yaitu 471 orang. Hal ini menunjukkan bahwa ada sekelompok lulusan yang memilih untuk tidak aktif mencari pekerjaan setelah menyelesaikan pendidikan mereka. Alasan di balik keputusan ini bisa bervariasi, mulai dari melanjutkan pendidikan, berfokus pada kegiatan lain, atau mungkin merasa tidak siap untuk memasuki dunia kerja. Ini menjadi perhatian penting bagi institusi pendidikan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan lulusan.

Selanjutnya, kategori "Sesudah lulus" menunjukkan jumlah yang paling besar, yaitu 2546 orang. Ini menunjukkan bahwa mayoritas lulusan mulai mencari pekerjaan setelah mereka menyelesaikan studi mereka. Angka yang tinggi ini bisa diartikan bahwa lulusan merasa lebih siap dan percaya diri untuk memasuki dunia kerja setelah mendapatkan gelar mereka. Hal ini juga mencerminkan pentingnya pendidikan dalam mempersiapkan lulusan untuk tantangan di pasar kerja.

Terakhir, kategori "Sebelum lulus" mencatatkan jumlah 719 orang. Ini menunjukkan bahwa ada sejumlah lulusan yang sudah mulai mencari pekerjaan sebelum mereka menyelesaikan pendidikan mereka. Hal ini bisa jadi mencerminkan inisiatif dan proaktivitas dari lulusan dalam mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja. Kesimpulan dari data ini menunjukkan bahwa meskipun ada variasi dalam waktu pencarian kerja, mayoritas lulusan cenderung menunggu hingga mereka lulus untuk mulai mencari pekerjaan, yang menunjukkan pentingnya dukungan dari institusi pendidikan dalam memfasilitasi transisi ini.
Saat melakukan pencarian kerja, alumni [PERGURUAN_TINGGI] memiliki berbagai macam akses yang dapat digunakan sebagai sumber pencarian informasi mengenai pekerjaan yang menjadi tujuan mereka.
Hasil tracer study yang disajikan menunjukkan berbagai cara yang digunakan oleh lulusan untuk mendapatkan pekerjaan utama mereka. Data ini mencakup berbagai metode yang diadopsi oleh para lulusan, dengan total responden yang terlibat dalam survei ini. Dari grafik yang dihasilkan, terlihat bahwa cara yang paling umum digunakan adalah melalui relasi, dengan jumlah 1.644 responden. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan sosial dan hubungan personal memiliki peran yang sangat penting dalam proses pencarian kerja, yang mungkin mencerminkan budaya kerja di masyarakat kita.

Selain itu, pencarian pekerjaan melalui internet juga menjadi salah satu metode yang signifikan, dengan 1.948 responden melaporkan menggunakan iklan online dan milis. Ini menunjukkan bahwa lulusan semakin memanfaatkan teknologi dan platform digital untuk mencari peluang kerja. Dalam era digital saat ini, akses informasi yang lebih luas dan cepat melalui internet memberikan kemudahan bagi para pencari kerja untuk menemukan lowongan yang sesuai dengan kualifikasi mereka.

Di sisi lain, metode tradisional seperti melamar ke perusahaan tanpa mengetahui lowongan yang ada dan melalui iklan di koran atau majalah juga masih digunakan, meskipun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan metode yang lebih modern. Misalnya, hanya 355 responden yang melamar tanpa mengetahui lowongan, dan 578 responden yang menggunakan iklan cetak. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada pergeseran ke arah digitalisasi, beberapa lulusan masih mengandalkan cara-cara konvensional dalam mencari pekerjaan.

Kesimpulan dari data ini menunjukkan bahwa relasi dan jaringan sosial tetap menjadi faktor dominan dalam mendapatkan pekerjaan, diikuti oleh pemanfaatan teknologi informasi. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan untuk mendorong mahasiswa membangun jejaring yang kuat selama masa studi mereka. Selain itu, pusat karir universitas juga perlu meningkatkan layanan dan informasi yang diberikan kepada mahasiswa agar mereka lebih siap menghadapi dunia kerja dan memanfaatkan berbagai saluran yang ada untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
-
UraianRerata
Perusahaan yang dilamar20.05
Perusahaan yang merespon6.48
Perusahaan yang mengundang4.02

Hasil tracer study yang disajikan dalam bentuk tabel menunjukkan data mengenai jumlah perusahaan yang dilamar oleh para lulusan. Tabel ini mencakup tiga kategori utama, yaitu jumlah perusahaan yang dilamar, perusahaan yang merespon, dan perusahaan yang mengundang lulusan untuk wawancara. Rata-rata jumlah perusahaan yang dilamar oleh lulusan adalah 20,05, yang menunjukkan bahwa lulusan secara aktif mencari peluang kerja dengan melamar ke berbagai perusahaan.

Selanjutnya, dari data yang ada, terlihat bahwa dari rata-rata 20,05 perusahaan yang dilamar, hanya 6,48 perusahaan yang memberikan respon. Hal ini menunjukkan adanya gap yang cukup signifikan antara jumlah perusahaan yang dilamar dan yang merespon. Respon yang rendah ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti persaingan yang ketat di pasar kerja, kualifikasi lulusan yang mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan, atau bahkan kurangnya informasi yang tepat mengenai lowongan kerja yang tersedia.

Lebih lanjut, dari perusahaan yang merespon, hanya 4,02 perusahaan yang mengundang lulusan untuk mengikuti proses wawancara. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada respon dari perusahaan, tidak semua respon tersebut berujung pada undangan wawancara. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa perusahaan lebih selektif dalam memilih kandidat yang akan diundang, dan lulusan perlu meningkatkan kualifikasi serta keterampilan mereka agar lebih menarik di mata perusahaan.

Kesimpulannya, data dari tracer study ini memberikan gambaran yang jelas mengenai tantangan yang dihadapi oleh lulusan dalam mencari pekerjaan. Meskipun lulusan melamar ke banyak perusahaan, tingkat respon dan undangan wawancara yang rendah menunjukkan perlunya strategi yang lebih baik dalam pencarian kerja. Lulusan disarankan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka, serta memperluas jaringan profesional agar dapat meningkatkan peluang mereka dalam mendapatkan pekerjaan yang diinginkan.
Pekerjaan menjadi bagian dari kebutuhan bagi alumni [PERGURUAN_TINGGI], terutama setelah lulus dari perguruan tinggi. Salah satu kebutuhan yang diperoleh dari pekerjaan adalah penghasilan. Penghasilan pekerjaan akan menjadi sumber biaya hidup bagi alumni untuk menjalani kehidupan mereka selanjutnya.
Grafik penghasilan alumni per bulan yang dihasilkan dari tracer study ini memberikan gambaran yang jelas mengenai distribusi pendapatan alumni. Data menunjukkan bahwa mayoritas alumni, yaitu 755 orang, memiliki penghasilan di bawah 2.000.000. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak alumni yang mungkin belum mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka atau berada di awal karir mereka, di mana penghasilan biasanya masih rendah.

Selanjutnya, kategori penghasilan antara 2.000.000 hingga 5.000.000 memiliki jumlah yang signifikan, yaitu 1.020 orang. Ini menunjukkan bahwa ada peningkatan dalam penghasilan alumni yang telah mendapatkan pekerjaan, meskipun masih banyak yang berada di rentang penghasilan yang relatif rendah. Kategori ini mencakup alumni yang mungkin telah bekerja di sektor-sektor yang lebih stabil atau memiliki pengalaman kerja yang cukup untuk mendapatkan gaji yang lebih baik.

Ketika melihat kategori penghasilan yang lebih tinggi, yaitu 5.000.000 hingga 7.500.000, jumlahnya menurun menjadi 388 orang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada alumni yang berhasil mencapai penghasilan yang lebih baik, jumlahnya tidak sebanyak mereka yang berada di kategori penghasilan yang lebih rendah. Kategori 7.500.000 hingga 10.000.000 hanya mencakup 133 orang, dan kategori di atas 10.000.000 memiliki 256 orang. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada alumni yang berhasil mencapai penghasilan tinggi, mereka masih merupakan kelompok minoritas dibandingkan dengan total alumni yang terdata.

Kesimpulan dari data ini adalah bahwa meskipun ada alumni yang berhasil mendapatkan penghasilan yang baik, mayoritas alumni masih berada di rentang penghasilan yang rendah. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa ada tantangan dalam penempatan kerja atau pengembangan karir bagi alumni. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan untuk terus memperhatikan dan meningkatkan program pengembangan karir serta menjalin kerjasama dengan industri untuk membantu alumni dalam mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan sesuai dengan kualifikasi mereka.
Alumni [PERGURUAN_TINGGI] secara umum memperoleh pekerjaan sejak sebelum lulus maupun setelah lulus. Namun, dalam menentukan masa tunggu kerja alumni secara umum, perhitungan pada alumni yang telah mendapatkan kerja 6 bulan sebelum lulus diperhitungkan sebagai 0 bulan masa tunggu, dengan makna alumni tersebut tidak memiliki masa tunggu kerja.
Dari hasil tracer study yang disajikan, kita dapat melihat grafik yang menggambarkan masa tunggu kerja para lulusan. Data ini menunjukkan dua kategori utama: mereka yang memiliki masa tunggu untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang tidak memiliki masa tunggu. Dalam hal ini, terdapat 288 individu yang mengalami masa tunggu, sementara 2124 individu lainnya tidak mengalami masa tunggu sama sekali. Hal ini memberikan gambaran yang jelas tentang kondisi pasar kerja bagi lulusan yang diteliti.

Ketika kita menganalisis data ini lebih dalam, kita dapat melihat bahwa proporsi lulusan yang tidak memiliki masa tunggu jauh lebih besar dibandingkan dengan mereka yang harus menunggu untuk mendapatkan pekerjaan. Dengan kata lain, sekitar 92% dari total responden tidak mengalami masa tunggu, yang menunjukkan bahwa mereka berhasil mendapatkan pekerjaan dengan cepat setelah lulus. Ini bisa menjadi indikasi positif mengenai kesiapan lulusan dalam memasuki dunia kerja dan relevansi pendidikan yang mereka terima.

Namun, meskipun angka lulusan yang tidak memiliki masa tunggu cukup tinggi, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi masa tunggu kerja. Misalnya, kondisi ekonomi, ketersediaan lapangan pekerjaan, serta keterampilan dan kompetensi yang dimiliki oleh lulusan. Lulusan yang memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja cenderung lebih cepat mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, analisis lebih lanjut mengenai faktor-faktor ini dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang dinamika pasar kerja.

Kesimpulannya, data dari tracer study ini menunjukkan bahwa sebagian besar lulusan tidak mengalami masa tunggu dalam mencari pekerjaan, yang merupakan indikasi positif bagi institusi pendidikan dan lulusan itu sendiri. Namun, untuk memahami lebih jauh mengenai kualitas pekerjaan yang didapat dan faktor-faktor yang mempengaruhi masa tunggu, diperlukan penelitian tambahan. Hal ini penting agar institusi pendidikan dapat terus meningkatkan kurikulum dan program pelatihan yang relevan dengan kebutuhan industri, sehingga lulusan dapat lebih siap menghadapi tantangan di dunia kerja.
Keselarasan vertikal yaitu keselarasan antara jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan minimal yang menjadi persyaratan suatu pekerjaan.
Kesesuaian kuliah dengan pekerjaan memang menjadi dasar yang cukup berarti bagi alumni dalam menjalani kehidupan kerja. Dengan terciptanya kesesuaian, dari sisi alumni hal tersebut akan sangat membantu terkait berkembang tidaknya ilmu yang mereka miliki. Di sisi lain, bagi perguruan tinggi kesesuaian kuliah akan berdampak pada ketepatan program studi yang mereka jalankan dalam setiap kurikulumnya.
Hasil tracer study yang disajikan dalam bentuk grafik keselarasan horizontal menunjukkan persepsi responden terhadap keselarasan antara pendidikan yang mereka terima dan kebutuhan di dunia kerja. Data ini mencakup lima kategori penilaian, yaitu "Cukup erat," "Sangat erat," "Kurang erat," "Erat," dan "Tidak sama sekali." Setiap kategori memiliki jumlah responden yang berbeda, yang mencerminkan pandangan mereka mengenai relevansi pendidikan yang mereka jalani dengan tuntutan pekerjaan yang ada.

Dari data yang diperoleh, kategori "Sangat erat" mencatat jumlah tertinggi dengan 584 responden, menunjukkan bahwa sebagian besar peserta merasa pendidikan yang mereka terima sangat sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja. Hal ini bisa diartikan bahwa institusi pendidikan telah berhasil dalam menyiapkan lulusannya untuk menghadapi tantangan di lapangan kerja. Kategori ini menjadi indikator positif bagi kualitas pendidikan yang diberikan, serta relevansi kurikulum yang diterapkan.

Di sisi lain, kategori "Tidak sama sekali" mencatat jumlah terendah dengan 213 responden. Meskipun jumlah ini lebih sedikit dibandingkan kategori lainnya, tetap saja menunjukkan adanya kelompok yang merasa pendidikan yang mereka terima tidak relevan dengan kebutuhan pekerjaan. Hal ini menjadi perhatian penting bagi institusi pendidikan untuk melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kurikulum dan metode pengajaran yang diterapkan, agar dapat lebih sesuai dengan tuntutan industri.

Kesimpulannya, data dari tracer study ini menunjukkan bahwa mayoritas responden merasa pendidikan yang mereka terima cukup relevan dengan dunia kerja, dengan proporsi terbesar berada pada kategori "Sangat erat." Namun, adanya responden yang merasa tidak ada keselarasan sama sekali menunjukkan perlunya perhatian lebih dari pihak pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan relevansi kurikulum. Dengan demikian, hasil ini dapat menjadi acuan bagi pengambil kebijakan dalam merancang program-program yang lebih baik untuk menjembatani kesenjangan antara pendidikan dan dunia kerja.

Laporan Lainnya